BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA!
Minimal satu kali dalam hidup kita pasti pernah baca peringatan seperti di atas. Saya termasuk yang cukup menurut, sering saya membawa-bawa sampah bungkus makanan di tas untuk kemudian baru dibuang saat ketemu tempat sampah.
Setelah masuk tempat sampah, kebanyakan dari kita kemudian berpikir kalau kewajiban soal sampah sudah selesai. Kita mengucapkan selamat berpisah pada sampah dan saat itu tanggung-jawab kita luruh sudah. Kita bebas, terbang tinggi seperti burung.
Direktur Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun (Dirjen PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Tuti Hendrawati Mintarsih pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) pengelolaan sampah dan Rapat Kerja (Raker) pengelolaan sampah, limbah, dan bahan berbahaya beracun (B3) di Palembang tahun lalu mengatakan:
“Tahun 2016 ada sekitar 65 juta ton sampah per harinya yang diproduksi masyarakat Indonesia. Jumlah ini naik satu ton dibandingkan produksi 2015 sekitar 64 juta ton sampah perhari.”
Setiap hari!
Maka bukan lagi kejutan kalau tempat pengelolaan sampah seperti Bantar Gebang, yang hanya menerima sepersepuluh ribu dari total sampah nasional, kewalahan. Sampah kita memang luar biasa banyak!
Kalau diberi fakta begini, apa masih menganggap sampah bukan masalah kita lagi setelah dibuang? Apakah kalau sudah bayar iuran angkutan sampah bulanan, kewajiban kita sudah selesai?
Menumbuhkan tanggung jawab batin soal persampahan ini memang sulit. Sebagian tetangga saya sudah mulai melakukan komposter untuk sampah rumah tangga, untuk sampah lain mereka pilah-pilah lagi sesuai jenis. Ada yang diberi ke pemulung, ada yang diangkut mobil sampah.
Saya termasuk yang belum melakukan apa-apa selain membuang sampah pada tempatnya. Level insan yang sadar dan peduli lingkungan-nya masih yang paling dasar. Anak bawang.
Beberapa hari lalu saya dan beberapa teman diundang ke pabrik semen di Kompleks Pabrik Citeureup, Bogor, Jawa Barat. Kami mampir ke Plant 14 yang merupakan pabrik terbaru Indocement dan beroperasi mulai 2016 lalu. Plant 14 ini menghasilkan 11.500 ton semen per hari!








Tapi yang menarik perhatian saya bukan pabriknya, melainkan lokasi kedua yang kami kunjungi, yaitu AFR (Alternative Fuel and Raw Material). Lokasi AFR ini berada di Plant 7/8, Kompleks Pabrik Citeureup. Waktu berkunjung ke sini, kami tidak dibolehkan turun dari bus karena banyak sampah yang tergolong B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Awalnya saya agak bingung melihat banyak ban disusun rapi, lebih mirip bengkel ketimbang tempat pengolahan sampah. Setelah tanya-tanya, ternyata ban itu adalah salah satu sampah yang akan didaur ulang jadi bahan bakar alternatif!
Ban-ban itu, bersama sampah lainnya, seperti baju, kaleng, botol minuman, kemasan makanan, kertas, sekam padi, serbuk gergaji, cat bekas, limbah tekstil, dll, akan dihancurkan dan diproses jadi bahan bakar. Total produksi bahan bakar dari sampah ini 300 ton per hari. Hasil pengolahan AFR ini cukup untuk kebutuhan bahan bakar alternatif di Indocement.
Karena sudah punya tempat pengolahan sampai sendiri, tak ada sampah yang tak berharga di Indocement. Oh iya, limbah dan sampah yang dipakai untuk bahan bakar ini tak cuma datang dari kawasan pabrik tapi juga dari limbahnya desa mitra. Zero waste bukan cuma ada di tulisan tapi dipraktikkan langsung dan hasilnya digunakan lagi untuk kepentingan perusahaan. Pintar, ya.
Keberhasilan Indocement untuk mengelola sampah bukan hanya untuk dinikmati sendirian. Indocement punya Bio-Drying Demo Plant, yaitu proyek percontohan pengelolaan sampah rumah tangga menjadi bahan bakar alternatif. Metode yang digunakan adalah pengeringan dengan fermentasi mikroorganisme.
Proyek percontohan ini mampu mengelola 220 ton sampah untuk satu kali putaran. Awalnya, semua sampah rumah tangga ditumpuk dalam bentuk bukit lalu ditutup , lalu ditutup dan dipantau khusus hingga kering. Setelah 25 hari tutup dibuka dan siap jadi bahan bakar dikirim ke plant.
Total sampahnya memang kelihatan banyak, tapi dengan teknik pengeringan, pada akhirnya sampah akan kehilangan berat dan totalnya berkurang hingga setengahnya.
Proyek percontohan ini terbuka untuk umum dan lembaga. Sepertinya, kalau mau, bisa diaplikasikan untuk kawasan perumahan dan perkantoran, ya.
Jadi, sampah mana yang hendak kau sia-siakan?
/salam sampah