Kapan naik kapal pertama kali? Saya uhm, di tahun 1990 sepertinya, waktu masih bocah imut-imut dan diajak mamak berkunjung ke rumah kakak tertua di Jakarta. Setelah itu, hingga saat ini saya cukup sering menyeberang Selat Sunda. Selain Selat Sunda, pengalaman perselatan saya dengan Kapal Ferry sudah bertambah dengan Selat Bali, Selat Lombok, dan Selat Sape.

Naik kapal yang pendek-pendek sudah. Tapi naik kapal yang jauh, yang lama, yang sampai tidur berkali-kali saya belum pernah. Maka, setelah timbang pikir beberapa lama, akhir September kemarin saya memutuskan menumpang KM. Kelud, dari Pelabuhan Belawan (Medan) ke Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta).
KM KELUD
Tiket kapal laut tidak bisa dibeli lewat online travel agent. Penumpang hanya bisa membeli lewat aplikasi PELNI atau datang langsung ke agen-agen tiket yang ditunjuk oleh Pelni. Pembelian lewat aplikasi juga agak repot karena pembayaran belum bisa dilakukan online. Kemarin saya bayar tiketnya via Indomaret dengan fee transaksi kalau tidak salah Rp5000.
Oh iya, satu lagi kelemahan sistem pembelian lewat aplikasi yaitu tidak tersedia kolom untuk memilih tempat tidur. Kemarin saya membeli tiket kelas 2A yang isinya 6 tempat tidur dan kebagian tempat di atas.
Di ruangan yang sama saya berkenalan dengan ibu dan anak yang kebagian tempat tidur di bagian bawah. Katanya mereka membeli tiket di agen dengan request posisi dan permintaannya bisa diakomodir. Apakah ini jatah khususnya agen karena pembelian lewat mereka akan dikenakan tambahan biaya? Bisa jadi.
Pembelian Tiket, Pelaporan, dan Keberangkatan
Setelah membayar tiket, yang saya lakukan adalah hadir lebih awal untuk pelaporan di pelabuhan. Langkahnya seperti ini:
Cetak Boarding Pass


Ada dua mesin cetak yang tersedia di luar kantor pelabuhan. Kemarin antriannya cukup panjang tapi pergerakannya cukup cepat jadi tidak terlalu terasa. Penumpang cukup memasukkan kode booking dan taraaa, selembar boarding pass keluar dari mulut mesin.
Masuk Gate


Langkah berikutnya adalah melewati petugas yang berjaga di pagar masuk kantor pelabuhan. Hanya penumpang pemegang boarding pass saja yang boleh masuk. Keluarga, rekan, pacar, sahabat, TTM-an, FWB-an, sudah boleh dadah-dadah perpisahan.
Melapor di Check in Counter


Siapkan identitas diri saat melapor di counter ini. Petugas akan memeriksa ulang tiket, menyesuaikan nama tiket dengan identitas dan mempersilakan penumpang untuk melanjutkan perjalanan sesuai kelasnya. Bagian kecil kertas boarding pass akan dirobek oleh petugas di counter ini.
Saya tidak tahu situasi di kelas ekonomi apakah sama atau berbeda, tapi semoga saja sama ya. Kemarin, dari check in counter saya mampir sejenak ke ruang tunggu. Sayang karena datangnya agak mepet waktu berangkat, saya tidak bisa duduk lama-lama.


Dari ruang tunggu sudah ada jembatan mirip garbarata yang mengantarkan penumpang masuk ke kapal. Iya, masuk kapalnya pakai tangga dari terminal.
Masuk Kapal, Ambil Kunci Kamar


Setelah masuk kapal, petugas mengarahkan saya ke dek 5. Dek ini diisi dengan kamar-kamar kelas 2A dan 2B. Sebelum masuk ke kamar saya harus melapor sekali lagi ke loket kunci. Di sini, saya meninggalkan uang Rp50.000 sebagai jaminan kunci kamar dan kunci loker.
24 September 2019 kemarin kapal berangkat tepat waktu, pukul 10.00 WIB. Semua tempat tidur di kamar yang saya tumpangi penuh, tapi hanya saya yang menumpang kapal hingga Jakarta. Sisanya turun di Tanjungpinang dan Batam.
baca juga: http://atemalem.com/jalan-darat-lintas-sumatera-jakarta-medan/
—-
Fasilitas di KM Kelud
Kalau tadi cerita soal pengalaman berangkat, sekarang lanjut ke apa-apa yang saya lakukan selama 3 hari 2 malam di KM Kelud. Sejujurnya sebelum naik kapal saya super deg-degan. Jalan sendirian saya tidak takut, tapi hidup tanpa sinyal seluler terasa mengganggu.
Saya gugup membayangkan harus terpisah dari kemungkinan-kemungkinan yang menyenangkan, misalnya: kesempatan kerja yang bisa saja datang tiba-tiba. Sembilan tahun jadi freelancer, dan saya paham betapa kemudahan komunikasi adalah salah satu faktor yang penting dimiliki pekerja lepas.
Tapi, setelah dipikir-pikir lagi, saya memutuskan untuk jalani saja dan menginvestasikan tiga hari yang saya miliki demi pengalaman baru.
Makan Gratis Tiga Kali Sehari

Kapal jalan pukul 10.00 pagi, sesuai dengan waktu keberangkatan yang dijanjikan dan tercetak pada tiket. Saya kelaparan. Paginya saya mesti mempersiapkan Embun berangkat sekolah lebih dulu, lalu lanjut beberes, packing, dan sempat mampir ke minimarket belanja camilan (yang tidak saya makan sama sekali karena sudah cukup kenyang dengan jatah makan di kapal). Waktunya sempit dan saya tidak sempat sarapan.
Tadi, sewaktu antri cetak boarding pass sebenarnya banyak penjual makanan. Ada mie gomak, sate kerang, dan aneka roti. Tapi adrenalin sedang tinggi menyambut pengalaman pertama, saya tidak lapar dan tidak juga jajan untuk bekal. Huft.
Untungnya, satu setengah jam kemudian, ada panggilan halo-halo untuk penumpang. Penumpang kelas 1 dan 2 dipersilakan datang untuk makan ala prasmanan ke restoran di dek 6, sedangkan penumpang kelas 3 diminta mengambil kotak jatah makan ke bagian dapur di dek 4.
Saya yang lapar berat tidak menyia-nyiakan panggilan. Setibanya di restoran sudah ada beberapa orang yang mengantri. Di restoran, antrian untuk kelas 1 dan kelas 2 dibedakan. Menu makannya sih sama saja, tapi menu tambahannya yang berbeda. Kalau kelas 2 hari itu dapat biskuit dan jus botolan, kelas 1 dapat yang sama dengan tambahan satu snack tambahan, misalnya buah potong.

Menu makannya terbilang mewah dan rasanya cukup enak. Menu makan siang dan makan malam kurang lebih sama, yaitu nasi (sepuasnya), sayur (sepuasnya), ikan (1 potong), ayam (1 potong), lauk tambahan biasanya gorengan tempe/tahu/telur (1 potong). Menunya sama, tapi cara masaknya yang berbeda. Kalau siang lauknya disambel, malamnya digulai, lalu besoknya lagi digoreng kering.

Menu makan siang dan malamnya mantap, tapi menu makan paginya cukup hambar. Lauknya juga sekadar, pernah gulai telur yang rasanya agak tawar, pernah telur dadar. Sebagai pendamping telur ada satu tambahan lauk lagi, entah gorengan atau mie. Sama seperti makan siang, penumpang juga dapat tambahan camilan saat pagi. Kemarin saya dapatnya susu kotak kecil siap minum.
Toilet dengan Air Melimpah
Tiga hari di jalan, urusan ke toilet ini memang sangat penting ya. Untuk kelas 2 (penumpang isi 8 atau 6 orang) ada beberapa lokasi toilet yang bisa didatangi. Toilet dibedakan berdasarkan gender, jadi ga perlu khawatir papasan sama cowo pas lagi mandi. Sedangkan untuk kelas 1 (penumpang isi 4 atau 2 orang), toilet tersedia di tiap kamar.
Toilet kelas 2 sih sudah oke, tapi tingkah laku penumpangnya jauh dari oke. Sampai sekarang saya masih mual membayangkan sisa-sisa muntahan penumpang di wastafel. Juga muak membayangkan orang-orang yang seenaknya saja buang sachet bekas sampo, plastik pembungkus pembalut, dan segala sampah lainnya.
Di kamar mandi ada bak sampah. Kalau penuh, di dekat kamar mandi ada plastik sampah besar, bisa banget kalau penumpang mau pegang sampahnya dan buang setelah ketemu tempatnya. Sampah-sampah penumpang itu bikin saluran kamar mandi tersumbat dan kamar mandinya banjir.
Saya sempat lihat petugas bersih-bersih kamar mandi sih, tapi sepertinya tidak terlalu sering juga karena kondisi kamar mandi kok kotor terus-terusan.
Loker, Tempat Tidur Nyaman, serta Seprai dan Bantal Bersih

Tempat tidurnya mirip dengan tempat tidur asrama kemenakan saya waktu di pesantren, tapi kasur di kapal lebih empuk. Kain pelapisnya bersih, begitu juga sarung bantalnya. Selama di kapal saya rindu sekali pada guling, jadi bantalnya saya jadikan guling dan kepala saya alas dengan tas isi pakaian.
Kunci lokernya banyak yang ga berfungsi. Syukurnya loker saya bisa ditutup sempurna, sehingga saya ga perlu bawa-bawa laptop kalau mau makan, ke toilet, atau jalan-jalan di sekitar kapal. Kalau tidur di kelas 2 atau kelas 1, setiap penumpang akan dapat kunci kamar. Jadi, pastikan saat meninggalkan kamar, kunci kembali pintunya ya.

Di kamar ada laci kecil berisi jaket pelampung. Kertas petunjuk pemakaiannya ditempel pada loker. Setiap orang punya jaket masing-masing di laci yang ditandai sesuai nomor tempat tidur, A, B, C, D, dan seterusnya.
Kamarnya dilengkapi dengan pendingin udara sistem sentral. Tidak begitu dingin memang, tapi lumayanlah sepanjang tidur jadi ga kegerahan sama sekali.
Bioskop


Selama 3 hari 2 malam di KM Kelud, penumpang bisa menikmati hiburan di mini theater yang lokasinya ada di dek 2. Bioskopnya berbayar, Rp15.000 sekali nonton. Kemarin itu saya nonton film yang diputar jam 9 malam karena tergoda halo-halo.
"Sebentar lagi akan diputar film box office, dengan pemain-pemain terkenal dan bintang terkini. Nikmati film dengan judul xx ini di mini theater segera."
Setelah membayar tiket, saya masuk, dan ketemu pemandangan kursi-kursi yang disusun di lantai berundak. Saya duduk di tengah, sekeliling sama 90% penonton laki-laki. Berbeda dengan pemandangan di Cineplex atau CGV yang penontonnya rapi, wangi, dan pegang popcorn, di sini penontonnya pakai baju sakadar. Ada yang pakai kaos kutang, pakai kaos belel dan celana robek.
Filmnya, uhm, kualitas gambar dan suaranya ampun jeleknya. Mirip film bajakan yang didownload pas kualitasnya belum HD. Demi pengalaman saya sungguh berjuang untuk bertahan sampai usai.
Live Music
Setiap malam, setelah makan malam usai, restoran akan beralih fungsi jadi arena senang-senang dengerin lagu terlaris saat ini. Ada beberapa mbak biduan yang menghibur penonton. Saya duduk sebentar, menikmati beberapa lagu, lalu kembali ke kamar untuk tiduran.
Tidak ada biaya yang dibebankan bagi penumpang kapal yang ingin menikmati fasilitas ini. Jadi silakan duduk-duduk sampai acara menyanyinya usai. ^^
Minimarket

Minimarket ada di dek 8. Lokasinya di buritan kapal. Di teras minimarket kita bisa duduk-duduk menikmati luasnya laut, dan luasnya rindu. #eh.
Minimarket ini jualannya cukup lengkap, ada camilan, alat makan, alat mandi, ada baju juga lho. Kalau mau duduk-duduk lama, bisalah beli kopi/teh panas di minimarket supaya ga kelihatan bengong-bengong amat.
Kemarin di minimarket, saya beli KUOTA! Huhuhu, sudah ditahankan untuk bertahan tanpa internet, tapi ya ga bisa juga. Saya harus kirim chat segera, agak darurat. Biasanya saya akan dapat sinyal seluler sedikit waktu kapal lokasinya merapat pulau-pulau besar, seperti Karimun, Batam, Tanjungpinang, Bangka, dan Belitung.

Kapal sudah jalan dari Tanjungpinang dan masih jauh sekali ke Bangka. Sinyal sama sekali nol. Di minimarket saya dihadapkan pada 3 pilihan kuota: 20MB (Rp15,000), 50MB (Rp30.000), atau 100MB (Rp100.000). Iya, kamu ga salah baca kok, kuotanya dijual per megabyte, bukan gigabyte. Hahaha.
Saya belanja yang 50MB. Sebelum diaktifkan saya matikan dulu segala auto download dan notifikasi media sosial yang pasti akan langsung menyedot kuota. Sinyalnya lumayan juga, saya tidak bisa buka website tapi untuk chat cukup lancar (dengan delay sedikit). Smartphone hanya bisa menangkap sinyal saat di area minimarket.
Mushalla dan Area Kebaktian


Di dek 7 penumpang bisa menemukan mushalla yang cukup luas. Mushallanya aktif dan selalu penuh saat waktunya salat tiba. Saking penuhnya, satu waktu salat bisa sampai 2-3 kali putaran salat berjamaah. Area wudhu berada persis di bawah minimarket dan dibedakan untuk jamah perempuan dan laki-laki.
Beberapa kali mampir, saya selalu menemukan rombongan pendakwah yang bikin lingkaran-lingkaran kecil di area jamaah laki-laki setelah salat. Saya yang ada di area perempuan hanya bisa mendengarkan lamat-lamat.
Untuk penumpang yang ingin ibadah kebaktian, waktunya terbuka setelah makan siang. Lokasi kebaktian ada di area restoran prasmanan.
Playground, Mini Gym, Toko Makanan dan Obat
Playground untuk anak-anak dan mini gym ada di dek 5, tapi kemarin saya tidak mampir jadi ga punya stok fotonya. Kalau mau belanja makanan dan obat bisa juga mampir ke toko di dek 6. Ketiduran atau malas ke restoran saat waktu makan tiba? Tenang, kamu ga akan kelaparan karena ada kafetaria di dek 6.
baca juga: http://atemalem.com/baluran-pukau-savana-di-ujung-jawa/
Tentang KM Kelud
Mesin, Kapasitas, dan Peruntukan Dek

KM Kelud dibangun tahun 1998 di Jerman. Kapal yang melayani jalur Belawan-Tanjung Priok ini punya 2 unit mesin dengan power masing-masing 8.520 KW. Panjang KM Kelud 148 meter, lebarnya 28 meter, dan tingginya 25 meter. Kapal ini mampu menampung 1906 penumpang sekali jalan. Jumlah penumpang yang bisa diangkut yaitu 64 orang di kelas 1 A, 80 orang di kelas 1 B, 252 orang di kelas 2 A, 112 orang di kelas 2 B, dan 1398 di kelas ekonomi.



Kapal ini punya 10 dek. Dek 1 digunakan untuk ruang mesin, dek 2, 3, 4, dan sebagian dek 5 untuk kelas ekonomi. Kamar ABK ada di dek 3, kamar kelas 2 A dan 2 B ada di dek 5. Dek 6 digunakan untuk penumpang kelas 1 A dan 1 B. Sedangkan dek 7 digunakan sebagai tempat istirahat nakhoda dan juru mudi kapal.
Harga Tiket, 2019

Harga tiket di tiap kelas KM Kelud berbeda-beda tergantung pada rutenya. Di bawah ini saya tuliskan harga tiket dari Belawan (Medan) – Tanjung Priok (Jakarta)
Kelas 1 A: Rp1.339.000 (dewasa), dan Rp138.000 (0-24 bulan)
Kelas 1B: Rp1.096.000 (dewasa), dan Rp113.000 (0-24 bulan)
Kelas 2A: Rp751.000 (dewasa), dan Rp79.000 (0-24 bulan)
Kelas 2B: Rp693.000 (dewasa), dan Rp73.000 (0-24 bulan)
Kelas Ekonomi: Rp422.000 (dewasa), dan Rp46.000 (0-24 bulan)
—

Dari Belawan menuju Tanjung Priok, kapal membutuhkan waktu 62 JAM. Kapal berhenti sejenak di Pelabuhan Batu Ampar (Batam), dan Pelabuhan Kijang (TanjungPinang). Waktu kapal bersandar di Batam, saya sempat turun dan nge-mol lho. Cerita lengkapnya ditulis nanti ya.

Sepanjang perjalanannya, kapal melewati Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Ombak di Selat Malaka cukup ramah, hampir tidak ada guncangan. Situasi damai ini berubah total saat kapal melewati Laut Cina Selatan. Guncangan kapal karena ombak cukup parah, di mana-mana saya lihat penumpang urut-urut kening, usap-usap balsem, dan muntah. Tapi guncangannya ga begitu lama, sekitar 6 jam saja, setelah itu laut kembali tenang dan guncangan hilang.
Berangkat 24 September 2019 pukul 10.00 WIB, KM Kelud akhirnya bersandar juga di Tanjung Priok, 26 Desember, tepat tengah malam. Dari Tanjung Priok, saya pakai jasa TransJakarta disambung ojek online menuju penginapan.

baca juga: http://atemalem.com/belanda-kecil-di-tengah-jawa/
—–
Apakah layak menghabiskan waktu begitu lama antara Medan-Jakarta dengan kapal laut padahal jarak yang sama bisa ditempuh dengan pesawat selama 2 jam saja?
Jawabannya, tergantung pada individu masing-masing. Kemarin saya bertemu beberapa tipe penumpang, ada yang pesawatnya tidak bisa terbang karena kabut, ada yang kehabisan tiket pesawat, ada yang tidak ingin menghabiskan uang begitu banyak untuk penerbangan, ada yang enggan mengeluarkan uang untuk biaya bagasi (kapal kasi bagasi gratis 50kg per penumpang), dan ada pula yang sedang hamil/punya masalah kesehatan sehingga tidak dibolehkan terbang.
Saya, adalah individu yang penasaran. Begitu penasarannya hingga bersedia melayang-layang di air yang maha luas demikian lama.
Padahal, sebenarnya, saya takut pada laut.
/salam naik kapal