Sinar terang bohlam membantuku melihat sekitar. Suara-suara mulai hilang, yang terdengar tinggal suara kipas angin yang berputar dan detik teratur jam dinding. Rumah senyap, sepi, tenang. Ini waktu yang tepat untuk ikut mati sejenak bersama malam.
Tapi otakku ribut sekali. Ada yang berputar-putar tak mau berhenti. Memori membawaku kembali ke cerita terakhir, siang kemarin. Momen yang kusesali dan kusyukuri dalam satu waktu.
Sudah gelap di luar. Tapi tak begitu kepalaku. Percakapan kemarin terang benderang. Aku menginginkanmu, tapi rasanya sudah terlalu sakit, harusnya aku berhenti.
Sayangnya aku sungguh mencintaimu.
Semakin aku berusaha pergi,
semakin berlipat ingin.
Semakin terasa, dingin.
/ode rindu nomor dua ribu satu